Minggu, 15 Juni 2008

Mereka Memang ada

Waktu itu sebetulnya bukan musim hujan, tapi entah kenapa hari itu hujan turun deras. Cuaca mendung, dingin dan lembab. Membuat kampus jadi tampak suram. Bangunan tua itu berdiri menjulang, memutar. Bentuknya seperti gedung bundar kejaksaan agung. Bangunannya melingkar dan ada taman kecil di tengahnya. Sempat ada rumor kalau kampus ini sebenarnya dulu bekas rumah sakit. Aura rumah sakit kadang memang terasa di waktu-waktu tertentu. Terutama waktu malam hari. Ini yang membuat mahasiswanya jadi lebih suka milih cepat-cepat pulang kalau kuliah terakhir jam 7 malam selesai.
Lorong-lorong kampus hari itu begitu sepi. Tidak ada keramaian seperti biasanya. Hanya satu dua mahasiswa lalu-lalang sendirian. Mereka menyusuri lorong-lorong kampus yang bisu. Tubuh mereka lalu seperti menghilang di balik pintu-pintu ruangan. Pagi itu hanya tiga ruangan yang dipakai kuliah. Sisanya kosong. Aku melintasi ruang-ruang kosong itu. Rasanya dari dalam ruangan itu ada mata yang sedang mengawasiku dari tadi. Langkah kupercepat. Udara dingin yang menyebalkan selalu membuatku tidak kuat menahan pipis. Dari tadi rasa kebelet itu sudah coba aku tahan, tapi kandung kemihku malah terasa sakit. Memang kurang baik terlalu lama menahan kencing.
Tinggal beberapa langkah lagi dari WC, tiba-tiba seperti ada udara dingin yang menabrakku dari belakang. Membuatku berhenti mendadak. Sejenak aku menoleh ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. Tanpa sadar bulu kudukku berdiri. Aku mengusap tengkuk dan bergidik. Kuanggap angin itu bukan apa-apa. Langkah kuteruskan. Tinggal beberapa langkah lagi dari ruang WC. Ruang WC itu terbagi dua, dengan sekat tembok. Kanan WC pria dan kiri untuk wanita. Di sisi tembok itu ada sebuah wastafel. Mataku menangkap sesosok perempuan berambut panjang terurai sedang menyisir rambutnya di depan wastafel. Ada sebuah bisikan entah dari mana. Seakan-akan mengingatkan diriku, “Itu bukan orang....”. Tubuhku terpaku melihat pemandangan selanjutnya. Perempuan berbaju putih panjang itu memegang lehernya dan melepas kepalanya sendiri. Kepalanya yang lepas dari leher itu kini dipegangnya dengan tangan kiri, sementar tangan sebelah kanan yang memegang sisir terus menyisir kepalanya itu. Aku melihat tubuh tanpa kepala menyisir kepala yang dipegangnya sendiri. Perasaan tercengang itu seketika berubah menjadi ketakutan dan kengerian. Spontan diriku lari pontang-panting menjauh. Sempat di terdengar suara lirih tawa cekikikan dari WC dibelakangku. Mulai saat itu lebih baik jangan pernah ke WC kampus sendirian, karena bukan hanya anda yang butuh teman. Mereka juga ingin ditemani.

PS :
Rasakan bulu kuduk anda yang berdiri ketika membaca cerita ini. Siapa tahu mereka ada di belakang anda saat ini.......

Tidak ada komentar: