Senin, 21 Juli 2008
The Profiler (De Makrab) III
Sampai di kampus lagi teman-teman yang lain sudah pada kumpul semua, lengkap dengan Mas Yanto dan Mbak Wina sebagai pendamping kelompok. Aku sempat berkenalan dengan temen-temen satu kelompok yang lain. Ada Aji yang kelihatan pendiam. Farid yang dandanannya ngepunk. Lengkap dengan tato, rambut mohawk dan tindik di hidungnya. Ada juga Bagus yang tampak lemah responnya. Malvin yang biasa-biasa saja. Terakhir Noel yang tampangnya kayak bapak-bapak. Tadinya aku malah sempat mengira Noel ini dosen yang mau ikutan Makrab juga. Habis tampangnya berumur banget. Tak lama kemudian Pak Hartono selaku Pembantu Dekan memulai sambutannya. Dekan berhalangan hadir rupanya. Sambutannya cukup singkat, padat, dan boring. Intinya peserta diharap hati-hati. Memang sepertinya pembantu dekan ini bukan tipe-tipe orang yang pintar berkata-kata. Tampangnya text book banget, alias berbuku-buku. Keriput dimana-mana. Selanjutnya giliran Bang Petrik selaku ketua panitia yang memberi pengarahan lengkap dengan peraturan-peraturan dan tata tertibnya. No Rules, No Makrab la yaww..... Peserta makrab siap diberangkatkan. Dipersilahkan melompat ke atas truk, persis tawanan perang mau diangkut ke kamp konsentrasi. Begitu sampai lokasi makrab, tiap kelompok dikumpulkan lagi. Kalau diperhatikan, rupanya sengaja dikumpulkan karena tenda yang mirip barak, atau mungkin barak yang mirip tenda atau apalah namanya itu (susah juga nggambarinnya....), belum selesai dibangun. Sambil menunggu, Aku mulai kenalan dan coba mengobrol dengan teman-teman satu kelompok yang lain, terutama yang cewek. Ike sudah kenal. Nina juga sudah, lalu ada Rena yang kurus, langsing, dan rata. Rambutnya panjang keriting, warnanya merah. Kalau diperhatikan sepintas mirip Mulan Jameelah. Ada Hesti yang kecil pendek. Ada Echa yang tampak menonjol. Menonjol giginya maksudnya. Ada Ella yang.....no comment lah ( dosa ngomongin orang melulu). Sesaat kemudian, dadaku sempat tercekat. Aku lihat Ike begitu asyik ngobrol berdua dengan Edwin. Ketawa-ketawa sambil sesekali saling goda. Keakraban Ike dan Edwin membuatku sedikit terusik, tapi Aku coba bersabar. Aku coba menunggu, menunggu datangnya kesempatan berdua dengan Ike.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar