Minggu, 20 Juli 2008

The Profiler (Love in my hearth)

Ike.... ya Ike. Nama itu entah kenapa menjadi begitu spesial kemudian. Semenjak perkenalan itu dia langung jadi bagian dari ceritaku ini.

Saat kita jumpaaa..... Ada rasa di dalam dada
Kau tersenyum manja, membuatku terpana


Nah, lagu cafe mengiringi cerita perkenalanku dengan Ike. Cukup mendramatisir kan? Kembali ke Ike. Nama yang juga pernah disukai oleh beberapa orang selain aku, seperti Tommy, Yogi dan Benny. Mereka semua teman-teman sekelasku juga. Tommy bahkan terang-terangan menyatakan perasaannya, tapi sayang ditolak. Begitu juga dengan Yogi, mengalami nasib yang sama dengan Tommy. Kalau Beny, mungkin lebih baik aku ceritakan nanti.

Terpesona ku pada pandangan pertama
Dan tak kuasa, menahan rinduku
senyumanmu selalu menghiasi mimpiku
Ingin kupeluk, dan ku kecup keningmu...... oooo indahnya

Setelah perkenalan itu, aku dan dia jadi dekat. Kami sering jalan berdua. Mengobrol dengannya begitu menyenangkan. Ike juga orangnya enak diajak tukar pikiran. Kami bisa mengobrol apa saja. Mulai dari perang teluk sampai gosip artis. Kadang-kadang diselingi canda. Aku paling senang menatap matanya yang lincah bergerak-gerak saat berbicara. Aku lihat dia juga senang di dekatku. Dari hari ke hari rasanya chemistry yang tercipta semakin kuat. Lama-lama perasaanku terpengaruh. Aku mulai punya perasaan suka padanya. Waktuku jadi cukup sering tersita oleh angan-angan tentang dirinya. Aku coba berikan sedikit isyarat-isyarat, seperti waktu sore itu. Aku ajak dia keluar makan di Mr. Burger. Aku pilih tempat yang sepi di lantai dua, biar bisa ngobrol lebih leluasa. Suasananya juga lebih intim. Pemandangan malam dari lantai dua memang bagus. Kesannya menunjang untuk hal-hal yang berbau romantis.
“Aku baru pertama kali ke sini Nung. Kamu sering ke sini ya?”, Ike membuka obrolan.
“Jarang Ke. Dulu aku tahu tempat ini juga gara-gara ada teman Ulang Tahun, terus diajak makan-makan sini. Kamu biasanya tempat favorit buat makan dimana?”.
“Ngga ada yang spesial sih, paling kayak warung-warung biasa di pinggir jalan. Untuk tempat yang punya atmosfer khas begini, aku belum pernah”.
“Ya, mungkin kalau nanti kita sering jalan bareng, kamu pasti tahu lebih banyak lagi tempat-tempat khas begini”.
Senyum kecil di bibir Ike membuat lesung pipitnya menyembul manis. Pada saat yang bersamaan pengantar makanan datang membawa pesanan.
“Makan dulu deh Ke…. ”, Aku harap saat makan obrolan ini tidak terputus.
“Burgernya keliatannya enak Nung… ”, Ike kelihatan excited. Aku biarkan gadis itu menikmatinya. Harus Aku akui, saat itu aku benar-benar tertarik padanya.
“Kamu sering ajak cewekmu ke sini Nung?”, tanya Ike tiba-tiba.
I don't have girlfriend”.
I don't believe it. A boy, like you, don't have any girlfriend? it's weird, you must be kidding....”.
It's true, bisa dibilang kamu cewek pertama yang aku ajak ke sini...”.
Ike tersenyum manis,” I'm Impressive. So sweet. Thank you....”.
“You' re welcome”.
“Kamu pernah punya pacar Nung?”.
“Pernah dulu, tapi akhirnya kita putus. Dia dapat beasiswa buat kuliah di Jerman. Kebetulan dia pengen banget ke sana buat belajar ilmu aerodinamika. Memang dia jenius luar biasa. Dia juga orangnya fair, dia bilang terus terang kalau dia nggak bisa pacaran jarak jauh. Sebagai laki-laki aku juga harus lebih fair, Aku harus rela putus dari dia”, Aku sedikit bercerita. Ike serius mendengarkan.
“Kamu sendiri Ke? Pernah punya pacar? ”, Aku ganti bertanya.
“Pernah sih, walaupun ngga lama sebetulnya. Kenangan kelabu itu. Hubunganku berakhir gara-gara cowokku selingkuh. Mangkanya aku tu sekarang cenderung ati-ati kalo ada cowok yang keliatannya pengen ndeketin. Mungkin bisa dibilang masih trauma sih”.
“Hati-hati sih boleh, tapi tak semua laki-laki kan suka mendua?........”.
“Kamu ngomong kayak judul lagu dangdut aja”, Ike tertawa kecil.
“Lho? Kok tahu itu judul lagu dangdut? Jangan-jangan kamu sendiri suka lagu dangdut?”, Aku mulai menggoda. Aku memang senang menggodanya
“Ich nehi......sori lah ya.....”, Ike mencibir.
“Suka juga nggak ada yang larang kok”.
“Gengsi lah yaww........ Jaman gini masih suka dangdut, kayak ngga ada yang lain aja. Kamu kali yang suka, ngaku aja deh.....”.
“Maap Sodara, aku cuma suka Jazz”.
“Kok Jazz? Jazz itu kan musiknya bapak-bapak? lagian bukan musik yang umum di suka orang kan?”.
“Jazz itu nadanya miring-miring, lagi pula improvisasinya nadanya tinggi, memang bukan hal yang gampang buat diterima kuping orang awam”. Ike cuma manggut-manggut, mungkin agak kurang nyambung.
“Kalau cowok suka jazz kamu suka?”, Aku mulai memancing.
“Buat aku sih, selama tu cowok hobinya ngga menyimpang. Karakternya baik, ngga playboy, ngga urakan atau ngga keterlauan-keterlaluan banget, mungkin bisa aku pertimbangkan. Aku seneng cowok yang dari segi fisiknya rapi, sifatnya jujur, bisa dipercaya....”.
Kata-kata Ike walaupun samar tapi cukup mengirim isyarat pengharapan buatku. Ge-er mungkin, tapi ya terserah lah.
“Kalo kamu sendiri suka cewek yang kayak apa Nung?”, Ike ganti bertanya lagi.
Aku agak bingung menjawabnya,”Emmm.....kayak apa ya?”.
“Biar kutebak deh, kamu pasti suka cewek yang pinter, ya kan? Betul kan?”.
“Dasarnya apa kamu nebak begitu?”.
“Soalnya aku tu liat kamu orangnya lumayan cerdas Nung, di kuliah kamu keliatan banget disayang dosen. Pastinya kamu nyari cewe yang paling ngga bisa ngimbangin dong. Ya ngga?”, Ike coba beri alasannya. Matanya bergerak lincah, membuatku makin senang menatapnya.
Maybe yes maybe no, Aku sendiri lebih suka cewek dimana aku bisa temukan pribadi yang hangat. Cewek yang bisa buat aku nyaman untuk sekedar ngobrol atau tukar pikiran, itu yang penting”. Aku sebetulnya berharap Ike merasa, kalau dialah cewek yang Aku maksud.
“Menurutmu, ada ngga cewek yang memenuhi kriteriamu itu sekarang?”, kata-kata itu seperti jawaban atas pancinganku barusan. Saling mancing nih ceritanya.
“Ada, aku sekarang lagi ngomong sama dia. Coba buat kenal lebih jauh”.Aku lihat Ada semu merah di wajah Ike. Suasana jadi kikuk. Perkataan tadi begitu mengena. Bukan hanya Ike sebetulnya, Aku juga jadi agak gugup, takut omonganku yang barusan tadi salah. Aku dan dia jadi seperti orang bingung, malu satu sama lain. Saat itu aku berpikir, mungkin sudah saatnya menyatakan perasaanku. Setelah malam itu, Aku coba memilih timing yang tepat. Siang itu, secara tak sengaja aku melihat papan pengumuman yang seperti biasa dirubungi oleh banyak orang. Semua seperti berebut ingin melihat isinya. Aku jadi penasaran juga. Sambil menguatkan diri turut berdesak-desakan aku melongok melihat pengumuman yang tertempel di situ. Ternyata ada pengumuman bakal diadakannya Malam Keakraban (MAKRAB) Fakultas. Hmmm…. Sepertinya ini bisa jadi moment yang pas.

1 komentar:

zet's mengatakan...

mas,,ike tu syapa si? flash back y critany? ato gmana?